SentanaPoker- Kabar Duka datang dari bidang Hukum,semua pasti mengenal pembela hukum tak lain yaitu Bpk PROF. DR. IUR. ADNAN BUYUNG NASUTION.dan banyak dari kita juga telah melihat sepak terjang beliau semasa hidup.bagaimana beliau mempertahankan apa yang beliau yakini dalam masalah hukum di negeri tercinta ini. berikut sudut pandang Todung Mulya Lubis Sahabat sekaligus kolega teman se profesi beliau."Dia selalu menyebut diri sebagai advokat pejuang," ujar Todung dalam sambutan usai pemakaman Almarhum Adnan Buyung Nasution di Taman Makam Tanah Kusir,
Jakarta, Kamis, 24 September 2015.
Ia menuturkan atas kepergian Adnan, advokat kehilangan aktivis senior di negeri ini. Aktivis juga kehilangan lokomotif demokrasi dan negara kehilangan pejuangnya.
Todung menceritakan beberapa waktu sebelum kepergian almarhum, sejumlah sahabatnya janji datang bertemu dengannya untuk merayakan ulang tahun istri almarhum. Tapi pertemuan tersebut dibatalkan karena Buyung masuk rumah sakit.
Di masa kritisnya, ia menuturkan Buyung masih sadar dan matanya terbuka. Todung menggenggam tangannya dan terlihat seperti ingin menyampaikan sesuatu.
Akhirnya Buyung menuliskan pesan untuk keluarga. Ia mendapatkan satu lembar pesan yang Buyung tulis sendiri berbunyi, 'Jagalah
LBH, YLBHI. Teruskan perjuangan bagi si miskin tertindas'.
Todung tak kuasa menahan tangis ketika membaca pesan tersebut. Sebab dia tahu bahwa Buyung menyampaikan hal tersebut disaat ajalnya sudah dekat dan memohon pamit. Dia menyadari hidup memang akan bermakna kalau bisa membantu rakyat tertindas.
"Kami akan teruskan perjuanganmu. Saya yakin keluarga akan tetap kompak memelihara warisan perjuangan Bang Buyung. We love you. We all love you," ujar Todung.
Berikut ini adalah biodata almarhum semasa hidup.
lahir di Jakarta, 20 Juli 1934. Akrab dipanggil Abang dan namanya sering disingkat sebagai
ABN, seorang advokat yang sudah berpraktik sejak tahun 1968. Ia juga seorang akademisi. Karena itu, The University of Melbourne, Australia tahun 2010 memberikan gelar guru besar, professor kepadanya. Sedangkan gelar Doctor (iur) diperolehnya dari
Rijksuniversiteit Utrecht, Belanda, tahun 1992. Sebelum menjadi advokat, ia adalah seorang jaksa di Jakarta sejak tahun 1957 hingga 1961, dan sempat menjabat sebagai Kepala Humas dan Politik di Kejaksaan Agung Republik Indonesia (1962-1968).
Sebelum meraih gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Jakarta (1964), ABN menyelesaikan pendidikan dasarnya dan SMP di Yogyakarta hingga tahun 1951. Ia melanjutkan jenjang
SMA di Jakarta (1954). Tahun 1959 untuk pertama kalinya bersentuhan dengan Australia, saat mendapatkan kesempatan belajar Hukum Internasional di
The University of Melbourne, dengan supervisi dari
Prof. Leiser.
Selain menjabat sebagai jaksa,
ABN pernah merasakan dunia politik praktis, yaitu saat menjadi anggota DPR/MPR periode 1966-1968. Selepas dari jabatan wakil rakyat, ia pun melepas pula jabatannya sebagai jaksa dan menekuni dunia kepengacaraan, antara lain dengan membuat Firma Hukum (law firm)
Adnan Buyung Nasution and Associates dari tahun 1969–1987. Tahun 1987, ABN terpaksa meninggalkan Indonesia, dan harus ke Belanda, karena ”ancaman” dari pemerintahan Orde Baru. Dia memanfaatkan masa itu untuk meraih gelar doktor ilmu hukum di Belanda, walaupun harus belajar dalam segala keprihatinan.
Sikap kritis ABN pada pemerintah sebenarnya sudah terlihat saat ia terlibat dalam aksi yang mengkritisi pemerintahan Orde Lama, yakni dengan ikut membidani dan menjadi pengurus
Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI) pada tahun 1966 – 1968. Dia yang ikut menumbangkan pemerintahan Sukarno, dan melahirkan pemerintahan baru di bawah rezim
Orde Baru, bukan berarti tidak kritis. ABN mengkritisi pula pemerintahan Orde Baru, di bawah kepemimpinan Soeharto, terutama dalam mewujudkan keadilan bagi rakyat kecil, dengan mendirikan dan sempat memimpin
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tahun 1970.
Selain itu, ABN juga masih aktif sebagai Wakil Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) hingga tahun 1983, pendiri dan mantan
Ketua Komisi Hak Asasi Manusia (HAM) Asia yang berkedudukan di Manila (Filipina) pada 1983-1985, anggota International Commission of Jurist (ICJ) yang berkedudukan di Geneva (Swiss) pada 1980-1985 dan 2001-2006, anggota International Advisory Council of The Netherlands Institute of Human Rights (SIM) di Utrecht (1980 – 1987), anggota
International Advisory Council of Huridocs (Human Rights International Documentation Centre) pada 1988-1992, anggota Dewan Penyantun YLBHI sejak tahun 1985 sampai dengan sekarang, serta anggota International Council for Science (ICSU) di Paris (Perancis) sejak tahun2003 sampai sekarang.
Gelombang reformasi yang terjadi tahun 1998, membuat
ABN kembali terjun ke dunia politik. Kali ini, ia menjadi Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999. ABN bersama KPU dinilai berhasil menggelar pemilu yang nyaris tanpa kecurangan dan sangat demokratis. Sejak tahun 1998, ia juga diminta menjadi penasihat ahli untuk Kementerian Kehakiman (kini berubah menjadi Kementerian Hukum dan HAM) dan Kementerian Pertahanan sejak tahun 2007. ABN juga pernah menjadi
Wakil Ketua Panitia Seleksi calon anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial. Pada periode 2007-2009, ia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden.
Dengan berbagai aktivitas dan perjuangannya itu, wajarlah jika ABN menerima beragam penghargaan. Tahun 1968, ia menerima anugerah ”
Man of The Year” dari harian Indonesia Raya. Tahun 1976, ia menerima penghargaan internasional untuk bantuan hukum di Stockholm dan di London, setahun kemudian. Pemerintah pada tahun 2000, memberikan penghargaan Bintang Maha Putra untuk ABN dan
Kongres Advokat Indonesia (KAI) memberikannya penghargaan sebagai Bapak Advokat Indonesia tahun 2009. Tahun 2010, ada tiga penghargaan yang diterima ABN, yakni
The Ary Suta Center Award, Petisi 50 Award, dan penghargaan sebagai Intelektual Berdedikasi (Kompas Award).
ABN adalah salah satu narasumber utama bidang hukum di Indonesia. Karena itu, namanya acapkali menghiasi publikasi dan pemberitaan di media massa, baik cetak maupun elektronik. Walaupun demikian, ia tetap rajin melahirkan tulisan yang dimuat di sejumlah media, nasional maupun internasional, termasuk melahirkan sejumlah buku. Adapun sejumlah buku yang sudah dilahirkannya, di antaranya yaitu
Access to Justice in Indonesia, in M. Cappalleti and B. Garth (eds.), Access to Justice,Alphen a/d Rijn, 1978; Bantuan Hukum di Indonesia (LP3ES, 1981 Revised edition 2007); Democracy in Indonesia, Monash University, Australia, 1994;
Instrument Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1997: 2nd edition 2006, 3rd edition 2010; Arus Pemikiran Konstitualisme: Tata Negara, Kata Hasta Pustaka, Jakarta, 2007; Semangat Si Jambul Putih: Pusaka, Perkara dan Wanita,
Bunga Kejora, Akoer, Jakarta, 2007.